Friday, April 2, 2021

Sharing Session With MIPG Makassar

Rabu, 31 Maret 2021

ZOOM || Trustbuilding Program (TBP), IofC Indonesia mengadakan sharing session dengan Makassar Institute for Peace and Goodness (MIPG). Dihadiri 40an orang peserta, agenda pertemuan ini dibuka dengan doa bersama untuk kejadian Makassar pada hari Minggu, 28 Maret 2021 lalu. Kejadian tersebut membawa duka tersendiri khususnya bagi saudara dan saudari Kristiani yang tengah memperingati Minggu Palmarum waktu itu.

Aksi bom bunuh diri seusia misa kedua di depan Gereja Katedral membawa trauma tersendiri, khususnya ketika pelaku pengeboman menggunakan simbol agama tertentu. Merespon kejadian tersebut, di awal sesi sharing dibuka dengan doa bersama dari perwakilan Adven, Kristen, Katolik dan Islam.

Acara yang berlangsung 90 menit ini menghadirkan Sam sebagai pembaca refleksi untuk memberikan gambaran serta laporan terkini kondisi Makassar, 3 hari setelah kejadian memilukan itu. Sam di awal memberitahu bahwa pada aksi teror di Makassar beberapa waktu lalu tidak terlalu mengejutkan dirinya karena mendapat kabar dari kepolisian setempat bahwa aksi kemarin masih terkait sel lama dan punya kaitan erat dengan peristiwa serupa di beberapa daerah yang terjadi sebelumnya.

Sam sejak lama turut serta dalam banyak gerakan lintas di kalangan anak muda dan melihat bahwa dialog serta kampanye tentang kerukunan atau perdamaian tidak hanya terjadi di ruang digital, namun juga di ruang digital—di media sosial. Staf pengajar UIN Alauddin ini juga menggarisbawahi bahwa gerakan dialog lintas iman juga tidak sedikit, begitu banyak merebak saat ini, khususnya di Makassar. Mulai dari GUSDURian, PeaceGen Makasaar, MIPG, LAPAR, Jalin Harmoni, YIPC, dan masih banyak lainya.

Sam juga mendapat kritik kepada aksinya selama ini di lintas iman dan perdamaian, apakah kelak gerakan model seperti ini hanya menjadi bagian dari “pop culture”, ikut tren seperti tren lainnya. Gerakan model seperti ini harus bisa sustain atau berlanjut. Dan lebih lanjut, Sam juga mengusulkan dalam setiap pertemuan ada satu kegiatan sebagai bentuk tindak lanjut sesi malam ini.

Setelah sesi refleksi oleh Sam, sesi dilanjutkan dengan diskusi kelompok kecil tentang “apa yang harus dilakukan secara pribadi dan kelompok dalam merespon kasus terorisme dan kekerasan seperti yang beberapa waktu lalu terjadi di Makassar?” Salah seorang peserta, Iwan membagi pengalamannya di Poso ketika terjadi kerusuhan dan melihat simbol agama, seperti yang digunakan oleh pelaku teror di Gereja Katedral Makasaar, hingga satu saat ketika makan di suatu tempat dan melihat seseorang menggunakan simbol itu, dia masih menyimpan trauma dan tidak dapat menyembunyikan rasa takutnya.

Selanjutnya, dalam sesi ini, Khanif dari Jawa Timur menambahkan tentang dua kapasitas yang perlu dimiliki, yakni kapasitas spiritual dan kapasitas sosial. Setelah kapasitas spiritual ditingkatkan, kapasitas sosial juga membantu kita menyadari kenyataan beragam di sekitar kita. Ada juga Siti dari Makassar yang saat ini merasakan damai tapi gersang di tengah kondisi seperti ini.

Dari sini, poin utama yang kemudian mengerucut tentang membangun rasa percaya dan keberlanjutan antara kaum muda milenial. Perlu ruang perjumpaan kreatif dan dinamis, sebagaimana para pelaku teror yang juga tidak serta-merta menjadi esktrem, namun melalui proses panjang. Begitu juga membangun kepercayaan, khususnya bagi mereka yang punya pengalaman traumatik dalam hidupnya.

Oleh Ahmad S. Mansur