Tuesday, March 21, 2023

Astrid di panggung saat bercerita tulisan ini

Namaku Astrid, aku seorang wanita umur 24 tahun.

Sebelumnya aku mau kasih tahu perbedaan curhat dan cerita nih. Curhat itu kita masih dalam perjalanan tapi kalo cerita itu perjalanan kita sudah selesai. Inilah perjalananku menemukan koneksi. Tapi sssttt, jangan bilang mamaku ya!

Sudah 7 tahun aku main dating app dan semua dating app udah aku coba. Aku mengetahui dan mempelajari kultur dari setiap dating app. Memangnya apa sih yang aku cari? Hubungan? Hubungan seperti apa? Sebenarnya mau punya temen cowok aja sih, karena aku gatau cowok itu kayak gimana. I could say that I'm trying to find the one while having fun.

Aku banyak bertemu dengan berbagai macam cowok yang akan aku bagi jadi 3 kategori. Tapi janji ya, jangan bilangin mama. Mamaku dan papaku gak boleh tahu!

1. Badboy

Siapa sih yang gak suka bad boy?! Kita semua pasti pernah suka badboy. NGAKU!! Jangan salah loh, Badboy ini adalah kategori cowo favorit di dunia fan fiction anak remaja. Contoh badboy yang pertama ada Draco Malfoy, badboynya Hogwarts. Terus ada Nate Jacobs di Euphoria. Kalau yang sudah nonton Euphoria pasti setuju kalau dia Ultimate Badboy. Terakhir, ada COKI PARDEDE. Pernah diburu ormas, ditangkap BNN, dan musuh masyarakat. Coki Pardede, real badboy. Hehehe, bercanda kok, tapi kalau sukanya beneran! Hahahahahaha.

Badboy itu keren, seru, lucu dan aku akui skill merayu, memanipulasi dan menyakitinya fantastis. Cuma satu masalah dari badboy, mereka gak peduli sama aku. Tapi itu bukan masalah bagiku, karena aku juga tidak peduli. Lalalalala~

2. Nice Guy

Pesonally, aku gak suka hal-hal romantis. Aku gak suka diantar jemput, gak suka ditanya udah makan atau belum, gak suka dichat tiap hari, diucapkan selamat pagi, eh hampir semuanya ya? Soalnya aku punya banyak pengalaman buruk sampai aku merasa tidak nyaman juga merasa dalam bahaya. Memangnya kaya gimana sih mereka? Sederhananya, dia menawarkan untuk antar jemput aku ke lokasi kencan yang sudah kita janjikan. Aku gak mau dan maunya kita bertemu di tempat saja. Tapi dia tetap maksa, berulang kali bertanya sampai akhirnya aku merasa takut dan gak nyaman. Kamu ngerti kan maksud aku? These are the guys who didn’t want to understand that no means no, just because they are nice! Mohon maaf untuk para nice guys, aku gak suka diantar jemput, aku sukanya ditinggalin.

3. Loving Man

Aku percaya kalaupun ada Loving Man disini, mereka pasti sudah masuk ke jenjang hidup yang lebih tinggi. Iya dong! Karena lelaki dewasa dengan kecerdasan emosi, harga diri, tanggung jawab dan kepercayaan diri yang oke itu gak mungkin ada disini. Cause dating apps are for broken people ONLY (Like me).

Aku senang sih main dating apps dan mengenal berbagai macam orang. Hidupku di dating app bagaikan seri membuka pintu dan mengupas bawang dari seseorang. Boleh gak sih aku bilang kalau disini banyak sekali yang kesepian? Mendengar keluh kesah para lelaki di dating app adalah kegiatan favoritku. Skill mendengarku meningkat, skill meresponku juga meningkat, wawasan ku terhadap emosi, mimpi, gaya hidup lelaki pun meluas.

Semuanya seru abis, sampai pada akhirnya aku jatuh cinta. Dengan 2 orang dari dating app, yang tentunya di timeline berbeda. Aku ceritain, tapi sstt jangan bilang mama ya!

Dengan cowok yang pertama, kita udah berteman duluan. Suatu hari kita jadi sering ngobrol dan menghabiskan waktu bersama. Dia sering beliin aku cemilan manis karena dia tau aku suka. Rasanya selalu hangat bersama dia seperti rasa hangat seorang ibu waktu aku kecil. Aku merasa nyaman dan bilang sama dia, sampai aku bilang “Hey you’re like my mom, can I get close to you?” terus dia bilang iya. Tapi semakin nyaman aku merasa tidak aman. Di akhir hubungan aku menulis surat untuk dia “I love you but I dont wanna disturb you. So it’s better if I’m gone”. Yes, I have mommy issues.

Gak lama dari itu, aku ketemu dan berteman dengan cowok yang kedua. Dia suka mendengarkan dan memberi aku saran. Rasanya aman bersama dia layaknya rasa aman seorang ayah waktu aku kecil. Tapi ya, hal serupa terjadi lagi. “I love you but I don't wanna disturb you and I would be really glad if you would just dump me” - Yes guys, I also have daddy issues.

Sejak itu aku merasa sangat hancur. Rasanya aku gak normal dan jadi manusia gagal. Sebenarnya apa yang salah dari aku? Kenapa aku menghindar? Apa yang sebenarnya aku cari?

Akhirnya aku memutuskan untuk terapi dan ikut support group. Aku ikut Sekolah Rekonsiliasi dari Initiative of Change, bersama Life Coachku bernama Teh Nenden, Mba Haya dan Teh Nisa. Aku ingat waktu itu sedang sesi one -on-one, aku bercerita tentang masalahku dan The Nenden menjelaskan. Sebenarnya apa yang aku cari dari para lelaki ini dan tidak akan pernah aku temukan adalah orang tuaku.

Anak kecil itu ingat.

Anak kecil itu ingat apa yang orang bilang saat itu. Mereka ingat rasa bahagia dan juga rasa sakit hingga mereka tumbuh dewasa dan rasa itu akan berjalan menemaninya hingga ia tumbuh dewasa.

Aku ingat, waktu aku umur 7 tahun aku berhenti ngomong kepada mamaku. Aku ingat ada yang bilang padaku untuk jangan ganggu mama, karena mama udah capek kerja. Bakalan repot dan terbebani kalau harus ngurusin anak bungsunya yang manja. Makannya, aku menghindar dari mama. That’s why I always said “jangan bilang mama ya” karena aku gak mau ganggu mama. Aku gak mau jadi beban mama. Terus, papa aku dimana? Ada kok. Tapi sama aku menghindar juga dari papa. Aku ingat ada yang bilang untuk jangan sayang sama papa. Maka dari itu, selama tumbuh aku gak tau laki-laki itu kayak gimana.

Seorang anak umur 7 tahun dididik untuk jangan dekat-dekat dengan orang tuanya sendiri tanpa alasan yang ia mengerti.

Namaku Astrid, aku seorang anak umur 7 tahun yang butuh orang tuanya dan sudah 17 tahun aku tumbuh sendiri, merasa kosong dan sepi, membutuhkan koneksi dari orang tuaku.

Di panggung Hall of Storytellers by HMNS di Jakarta, dengan mic dan speaker studio theater 1, juga gambar diriku waktu kecil. Aku bilang pada orang tuaku, kalau aku kangen mereka, aku sayang mereka, aku ingin bersama mereka dan aku mau rekonsiliasi dengan mereka.

Astrid memenangkan juara ke-2 di Lomba Storytelling

 

Penulis: Astrid Allisha Pulubuhu, siswa Sekolah Rekonsiliasi, telah menyelesaikan kelas Learning to Love Yourself