Tepat pada hari Kamis, 14 April 2022, Initiatives of Change (IofC) Indonesia melaksanakan Forum Group Discussion (FGD) bertema Healing Conversation; Heal the Past and Hope for the Future. FGD tersebut dilaksanakan mulai pukul 15.00 WIB sampai 19.00 WIB di kantor Peace Generation Indonesia, Suite 10-11 Graha DLA, Jl. Otto Iskandar Dinata No.392, Kota Bandung. Kegiatan FGD menjadi serangkaian acara dalam mempersiapkan program Trustbuilding (TBP) yang akan dilaksanakan di Kota Bandung.
FGD kali ini mengundang 4 pembicara kunci yakni Kang Wawan Gunawan dari Jaringan Kerja Antarumat Beragama (JAKATARUB), Fanny S Alam dari Sekolah Damai Indonesia (SEKODI), Oswin dari SEARAH, dan Nenden Vinna dari Sekolah Rekonsiliasi (SR). Selain itu, para fasilitator yang terpilih untuk TBP dan beberapa staf eksekutif IofC Indonesia.
Kegiatan FGD dimulai dengan bermain boardgame Friends for Life yang dimainkan oleh 4 orang dalam setiap kelompoknya. Boardgame ini bertujuan untuk memberikan topik pembicaraan dalam kelompok yang biasanya tidak terpikirkan. Dalam setiap kartu terdapat beberapa pertanyaan yang harus dijawab dan dibagikan kepada teman kelompoknya. “Dari satu kartu bisa menghasilkan jawaban yang berbeda, bisa menghasilkan banyak cerita,” ungkap Hobie terkait kesannya dalam memaikan boardgame ini.
Setelah suasana cair, kegiatan dibuka oleh MC dan dilanjut doa bersama dipimpin oleh Ronald mewakili dari umat Kristiani dan Ica mewakili dari umat Muslim. Kemudian dilanjutkan oleh sambutan dari Direktur IofC Indonesia, Nurhayati Syafii, yang akrab disapa Hayati. Ia memberikan sambutan kepada seluruh pembicara, staf IofC, dan tentunya para fasilitator TBP. Hayati menyampaikan bahwa penting dalam memberikan ruang aman kepada semua orang. Ia juga menyebutkan bahwa fasilitator TBP adalah orang-orang terpilih yang akan mengubah generasi selanjutnya ke arah yang lebih baik.
Kegiatan FGD pun langsung memasuki acara inti yang dipimpin oleh Miftahul Huda selaku manajer program TBP. Pada sesi 1, FGD dimulai dengan perkenalan setiap pembicara. Sementara pada sesi 2, FGD dimulai dengan sebuah pertanyaan “apa suka dan dukanya sebagai aktivis yang bekerja di area promosi toleransi dan perdamaian?”. Sesi 2 dimulai dari Kang Wawan yang aktif dalam ber-dakwah namun tidak biasa karena melakukannya di gereja. Bagi Kang Wawan, ceramah di masjid adalah hal yang biasa dan jika ingin mengenalkan Islam secara luas secara lintas agama. Selain itu, dirinya pun ingin mengubah pandangan terkait Islam dan menunjukkan yang sebenarnya.
Sementara Fanny menyebutkan bahwa dirinya memasuki ranah aktivis bermula dari ajakan teman dan kemudian membuat komunitas yang berfokus pada isu perdamaian. Fokus yang bermula hanya pada isu perdamaian pun kemudian berkembang menjadi isu jender, lintas agama dan HAM. Fanny juga menyebutkan bahwa keselamatan kita sebagai aktivis juga penting sebab dirinya pun pernah menjadi incaran intelijen.
Cerita dari Nenden juga tak kalah menarik, pengalamannya yang berawal dari keresahan yang timbul dalam dirinya akibat keluarga disfungsi membawanya menuju dunia aktivis dan perdamaian. Tak hanya keluarga yang disfungsi tetapi juga fanatik atas agama sehingga dirinya resah. Dirinya yang resah tanpa sengaja bertemu dengan rombongan orang asing yang datang ke kampungnya dan membuatnya tertarik untuk belajar lebih dalam terkait inner-peace. Kemudian pengalaman ini menjadi pemantik bagi Nenden untuk membuat gerakan perubahan.
Terakhir dari Oswin, dirinya pun sama seperti Nenden yang dibesarkan di keluarga disfungsi. Selain itu dirinya pun berhadapan dengan pencarian tentang makna “Tuhan”. Karena pencariannya itu pula ia merasa bahwa perlu untuk dirinya membuat ruang untuk berinteraksi antar penganut agama dan kemudian ia membentuk SEARAH. Dengan komunitas ini, ia kemudian mempelajari lebih lanjut tentang Islam dan mempelajari Alquran dan Taurat secara bersamaan sehingga menemukan pula banyak persamaan.
Setelah semua pembicara menyampaikan pengalamannya, kemudian pada sesi 3 para pembicara bergabung dengan peserta FGD. Sesi ini membahas pengalaman individu dan kaitannya dengan topik memperkuat gerakan toleransi dan perdamaian serta pemulihan individu menuju transformasi sosial. Peserta dibagi menjadi 2 kelompok dan dari sesi ini diperoleh simpulan dari tiap kelompok. Simpulan tersebut yakni terkait masalah keamanan, hadir di kalangan yang kurang mendukung gerakan tersebut, media yang kurang mendukung, dan masih kurangnya kepedulian orang-orang untuk mendalami isu terkait.
Dari kegiatan FGD ini dan dibarengi dengan FGD sebelumnya yang dilaksanakan secara daring dapat dilihat bahwa setiap komunitas memiliki persinggungannya dalam isu perdamaian dan tentu memiliki keunikannya masing-masing. Begitu pula dengan program Trustbuilding yang akan dilaksanakan dalam naungan IofC. Dalam FGD sebelumnya pun, Kang Wawan sempat menyampaikan bahwa komunitas yang akan dibentuk oleh TBP ini belum ada sebab berfokus pada trauma healing.
“IofC ini akan menutupi apa yang tidak ada dalam dunia aktivisme, setidaknya dalam 20 tahun terakhir saya mengikuti yaitu soal healing,” ujar Kang Wawan. Ia menyebutkan hal ini sebab dirinya menemukan bahwa banyak aktivis yang sakit terutama sakit-sakit yang berkaitan dengan stres.
Kegiatan FGD ini kemudian dilanjutkan dengan berbuka puasa bersama dan dilanjut dengan doa dari Kang Wawan yang mewakili umat Muslim dan Oswin yang mewakili umat Kristiani. Melalui doa yang dipanjatkan ini diharapkan kegiatan TBP akan berjalan lancar dan tentu menjadi penguat pula bagi komunitas-komunitas untuk saling bergandengan tangan dalam membangun dunia yang lebih baik. Terakhir kegiatan FGD pun ditutup dengan foto bersama.
Penulis: Anisa Eka Putri Kusmayani, biasa dipanggil Ninis merupakan tim eksekutif IofC sebagai desainer grafis. Saat ini bekerja sebagai tenaga pendidik di salah satu SD di kota Bandung. Selain itu aktif pula di komunitas lintas iman seperti YIPC dan Halaqah Damai sejak 2017.