Wednesday, November 29, 2023

Dialog Persahabatan: Merajut Damai Merawat Toleransi

Acara dialog persahabatan yang mengusung tema 'Merajut Damai Merawat Toleransi' telah sukses dilaksanakan pada hari Senin, 27 November 2023 di Aula Pondok Pesantren Mahasiswa Universal. Acara yang diinisiasi oleh IofC Indonesia bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Teologia (STT)  INTI Bandung, PPM Universal, PGIS Kota Bandung dan Gereja Advent. 

Sebanyak 102 peserta yang terdiri dari teman-teman lintas iman dari mahasiswa STT INTI Bandung, Santri PPM Universal, PGIS kota Bandung, dan Gereja Advent  mengikuti acara ini dengan penuh suka cita dengan tujuan untuk memperkuat ikatan antarindividu dari berbagai latar belakang budaya, agama, dan kepercayaan.

Dialog persahabatan ini sebagai tindak lanjut dari pelatihan mediasi bagi Aktor Lintas Iman di Jawa Barat bulan lalu yang diadakan oleh PUSAD dan PGI. Turut serta sebagai pembicara dan Fasilitator di antaranya Pdt. Yusup dari Gereja Fajar Pengharapan Baru, Pdt. Maximilian Parhusip dari Gereja Jemaat Advent Ciparay, Sahat Maruli dari PGI Kota Bandung dan Miftahul Huda dari IofC Indonesia.  

“Lalu kenapa santri dan mahasiswa STT? Karena mereka ini adalah agen perubahan di masa depan yang akan membawa perubahan tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan serta memiliki pemikiran yang inklusif. Merajut damai dalam dialog toleransi akan berawal dari pondok pesantren ini. Kenapa intoleran itu boleh berkembang? Karena ada kecurigaan antara iman satu dengan yang lain. Kenapa ini terjadi? Karena tidak ada ruang pertemuan di antara kedua belah pihak. Seandainya ada ruang untuk bertemu maka akan tercipta suatu pemahaman dan menghargai.” Ujar Bapak Sahat Maruli

Kemudian, acara ini dilanjutkan dengan penyampaian materi tentang peran pesantren dalam perdamaian. Sebagai pembicara, Dr. KH. Tatang Astarudin, S.Ag., S.H., M.Si. menegaskan, “Salah satu kurikulum pesantren yang harus dikembangkan selain toleransi adalah rela berkorban, universalis itu adalah ia yang berani berkorban untuk orang lain untuk menjaga ekosistem itu sejatinya untuk diri kita sendiri.

Setelah beriman, tugas kita adalah berdialog. Jika dialog kita tersumbat, maka akan terjadi permasalahan besar dan juga kata Sayyidina Ali, manusia yang utuh dan sempurna adalah ia yang mempunyai gagasan dan mau berdialog.

Dalam dialog ini, kami menyaksikan semangat inklusivitas dan kepedulian dari setiap peserta, yang terwujud dalam upaya kolaboratif untuk berbagi pengalaman dan menciptakan langkah-langkah bersama dalam merajut damai lewat toleransi.

Kemudian, peserta dialog terbagi dalam kelompok kecil dan didampingi oleh fasilitator untuk FGD dengan beberapa pertanyaan pemantik : 

Ceritakan satu pengalaman kalian berinteraksi dengan orang/kelompok dari lintas iman dan budaya?

Apa konflik atau tantangan yang kalian lihat soal hubungan lintas iman dan budaya di sekitar kalian?

Pada acara ini, perwakilan dari Mahasiswa STT INTI Bandung menyatakan betapa berkesan dan berharganya pengalaman berdialog dengan teman berbeda agama.

Ternyata masih ada orang-orang yang membenci minoritas dan itu adalah oknum. Setelah saya berkomunikasi dengan teman-teman muslim, saya jadi paham bahwa ternyata Islam tidak mengajarkan hal tersebut. Dulu saya berpikir bahwa ada jarak dan tembok yang membatasi saya dengan yang non kristiani sehingga tidak bisa tercipta komunikasi”, Haryanto, Mahasiswa STT INTI Bandung

Ditambahkan oleh perwakilan Santriwati PPM Universal yang menyatakan bahwa “Ternyata sekolah yang berbasis agama tidak bisa menjamin bahwa dia bisa menjadi orang yang toleran dan moderat. Lalu aku belajar bahwa ternyata semua agama mengajarkan hal kebaikan tidak ada yang mengajarkan keburukan. Ketika seseorang sudah menumbuhkan cinta kepada Tuhan maka ia akan menyebarkan cintanya kepada semesta”, Ralintya Hasna Rafifah, santri PP Universal/Mahasiswa Psikologi UIN Bandung

Acara ini diakhiri dengan doa lintas iman dipimpin oleh Prof. Dr. Nurrohman dan Pdt. Maximillian Parhusip serta komitmen bersama untuk melanjutkan upaya menjaga dialog terbuka, serta menggalang kerjasama yang lebih erat di masa depan. Kami berharap momentum positif ini akan terus berkembang dan mempengaruhi lebih banyak orang untuk menjadi agen perubahan dalam membangun kehidupan bermasyarakat yang lebih inklusif dan damai.

Penulis: Anisa Ladhuny